Dari Postingan “Hoax” Hingga Curcol Politik di Medsos
ilustrasi: liputan6 news |
Hal ini tentu membuat laju
percepatan informasi menjadi semakin kencang. kabar tentang seorang pemuda yang gantung diri gara-gara ditinggal nikah mantan misalnya, tidak perlu menunggu wartawan datang
ke TKP lalu meliputnya untuk dapat mengetahui kabat tersebut. karena kini hanya
dengan mengunggah status di media sosial atau broadcast berantai yang kecepatannya
hampir setara dengan kecepatan cahaya, informasi tersebut telah sampai dan
tersebar di tangan kita melalui gawai atau smartphone.
Namun ibarat dua mata pisau,
arus percepatan penyebaran informasi yang semakin massif itu juga dapat
berdampak buruk, salah satunya adalah Hoax atau berita palsu. umumnya Hoax dapat
dikenali dengan tidak adanya sumber informasi pendukung yang jelas atau tidak
sesuai, seperti foto atau gambar yang menjelaskan kejadian atau narasumber terkait
(kecuali opini pribadi). umumnya judul berita Hoax sangat kontroversi karena
memang sengaja dibuat menarik atau lebih tepatnya memancing reaksi para pembaca
yang sebenarnya isinya tidak sesuai dengan judul beritanya. dan entah karena
masyarakat kita yang malas membaca keseluruhan isi berita (boro-boro
mengkajinya terlebih dahulu) atau karena budaya masyarakat kita yang gemar
berbagi, berita-berita hoax pun dengan cepat menyebar. meskipun sudah bukan
rahasia lagi jika dibalik berita-berita yang menyebar tersebut ada orang-orang
atau kelompok tertentu yang mengeruk untung.
Menurut penelitian yg
dilakukan Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wina
Armada Sukardi dalam Republika,
menyebutkan jika hoax paling banyak menyebar adalah mengenai informasi kesehatan.
27% dari 1000 berita hoax yang dijadikan sampel sejak februari 2016 hingga
februari 2017 adalah kesehatan. yang kedua adalah berita politik sebanyak 22%
dan dari berita hiburan sebanyak 15%, sisanya mengenai berita persaingan bisnis
dan lainnya. penelitian dilakukan dengan metodologi kombinasi kualitatif dan
kuantitatif, dengan memeriksa apakah berita yang beredar berita benar atau tidak
dan mewawancarai penyebar berita hoax.
Jujur saja saya eneg
ketika melihat story instagram, whatsapp, dan yang paling banyak di timeline
facebook, masih banyak teman-teman yang masih repost berita-berita yang isi dan
sumbernya tidak terlalu jelas (menurut saya). padahal media mainstream saja saat
ini banyak yang meragukan (menurut pengamatan saya lagi). saya lalu berasumsi teman-teman
yang menyebarkan berita tersebut seolah sedang berbagi sebuah ilmu atau
informasi baru yang menarik. kalau saya boleh mengatakan, teman-teman itu sedang
bermasturbasi. gak tau masturbasi? onani!
Selain repost berita hoax dan status galau mantan, ada juga lagi yang
membuat saya jengkel di sosial media. mungkin ini out of topic ya. tapi menurut
saya ini akibat dari kurang sehatnya dalam mencerna pemberitaan dan minimnya
ruang diskusi. yaitu perihal status atau postingan politik berat sebelah. saya
menyebutnya demikian karena isinya selalu menyudutkan salah satu pihak atau kubu.
jujur, saya ini suka sebuah kritikan. tapi kritikan yang berisi. bukan kritikan
recehan. lalu mengait-ngaitkan dengan fenomena atau ideologi lama. oke, sebut
saja ideologi komunisme dan PKI sebagai Partai yang sudah dan masih dilarang di
Indonesia sampai detik ini. tapi teman-teman yang kritk politik dan mengaitkan
dengan PKI itu lucu bagi saya. ngawur! saya pengen ngajak orang-orang itu ngopi
lalu kita bahas dan kupas bersama apa itu komunisme dan apakah selalu identik
dengan atheis atau justru sangat relijius dan dekat sekali dengan agama? atau
sosialisme dan kapitalisme, dan tetek bengek lainnya. kalau perlu sambil bawa
buku atau nonton film documenter. tapi saya urungkan rasa pengen itu, karena
setelah saya pikir dua tiga kali nggak akan ada gunanya. toh menurut saya,
selama orang masih menganggap kebenaran yang diyakininya adalah 100%, ia akan
sulit menerima kebenaran yang lain. orang semacam itu menurut saya sangat kaku
dan mirip batu. alasan lainnya adalah karena saya juga merasa masih belum cukup
tau dan merasa perlu tau lebih banyak lagi mengenai ideologi seperti komunisme,
sosialisme, kapitalisme dan lain-lain. tapi saya berani ngomong ngawur karena postingannya
memang asal dan tidak disertai data. oh iya, sebagian teman-teman di sosial
media tersebut ternyata setelah saya lihat statusya mahasiswa-mahasiswa lho. hmmm.
Teman-teman Jamaah sosmediyah wal facebookiyah, teman-teman boleh tidak percaya tapi ini lumrah terjadi dinegara
besar lain, jika agama seringkali ditunggangi demi kepentingan politik
tertentu. kenapa bisa demikian? apakah mereka yang menunggangi tidak punya
agama alias atheis? tentu tidak semuanya atheis. politik lah yang membuat
orang-orang menjadi buta, seperti mereka yang tidak sadar jika ditungganggi. dan
agama bisa dipolitisasi karena letaknya yang sangat sentral sekali bagi
kehidupan banyak orang.
Ayolah teman-teman,
mengkritik boleh. tapi jangan buta. harus fair. jangan menjadi
anti-pemerintahan. karena susah menjalani hidup berwarga negara tanpa
pemerintahan apalagi bagi mahasiswa (meskipun sebenarnya kita sudah terbiasa dikecewakan).
jangan juga sebagai mahasiswa kita terlalu pro-pemerintahan, karena dikhawatirkan
bisa “buta” idealisme. karena tugas mahasiswa adalah sebagai intermediary actor
yang menjadi jembatan bagi masyarakat yang terbelah. masak intermediary actor
kok berat sebelah? dan saya pikir tidak perlu lah untuk saya menjelaskan atau
mengupas tri fungsi mahasiswa hingga tri dharma perguruan tinggi. karena kita sebagai
mahasiswa yang akrab dengan buku-buku, diskusi, hingga merasakan berbaur
langsung dengan masyarakat, mencium “aroma” dari masyarakat itu sendiri, yang
menghantarkan kita untuk senantiasa memperjuangkan cita-cita yang luhur. tidak
perlu muluk-muluk, apa yang bisa kita lakukan ya lakukan saja. selama itu
bermanfaat dan menyenangkan sekitar, lakukan. jika ide kita yang diperlukan, ya
menulislah! jika tenaga kita yang dibutuhkan ya berbaurlah! terkadang yang
membuat perselisihan adalah minimpnya ruang untuk menjembatani sebuah
pertemuan. entah diskusi atau semacamnya. baik itu vertikal atau horizontal.
akhirnya, jika ada teman-teman yang merasa tersindir bolehlah whatsapp, DM,
atau inbox saya. ajak saya ngopi. saya akan berkenan sekali. apalagi kalau
ditraktir. saya akhiri saja sebelum semakin ngelantur. sebelumnya saya ingin
menutp dengan sebuah kutipan dari Pramoedya Ananta Toer: “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran,
apalagi perbuatan”.
0 komentar: