Dari Postingan “Hoax” Hingga Curcol Politik di Medsos

ilustrasi: liputan6 news
Perkembangan media komunikasi menurut Everett M. Rogers terangkum kedalam 4 era. yakni, era komunikasi tulisam, era komunikasi cetak, era telekomunikasi, dan komunikasi interaktif. Media baru atau new media. yaitu media yang berkembang pada era komunikasi interaktif seperti saat ini. Komputer, Laptop, Gawai atau smartphone yang kita pegang saat ini adalah bagian dari New media, yang membuat semua orang bisa menyebarkan dan menerima informasi ke dan dari manapun selama ada koneksi internet. dan didalam internet ada jutaan bahkan milyaran informasi yang datang bersliweran setiap harinya bahkan setiap detiknya. sekali lagi setiap detik.kabar mantan yang sudah dapat gebetan baru pun akan cepat sampai ke tangan kita. duh mantan. dan semua sumber informasi tersebut tidak hanya berasal dari media mainstream saja. karena berkembangnya fasilitas kini, asal memiliki akses dan akun di internet semua orang bisa menyebarkan informasi, baik melalui blog pribadi maupun melalui jejaring sosial yang beraneka ragam jenis dan namanya.


Hal ini tentu membuat laju percepatan informasi menjadi semakin kencang. kabar tentang seorang pemuda yang gantung diri gara-gara ditinggal nikah mantan misalnya, tidak perlu menunggu wartawan datang ke TKP lalu meliputnya untuk dapat mengetahui kabat tersebut. karena kini hanya dengan mengunggah status di media sosial atau broadcast berantai yang kecepatannya hampir setara dengan kecepatan cahaya, informasi tersebut telah sampai dan tersebar di tangan kita melalui gawai atau smartphone.

Namun ibarat dua mata pisau, arus percepatan penyebaran informasi yang semakin massif itu juga dapat berdampak buruk, salah satunya adalah Hoax atau berita palsu. umumnya Hoax dapat dikenali dengan tidak adanya sumber informasi pendukung yang jelas atau tidak sesuai, seperti foto atau gambar yang menjelaskan kejadian atau narasumber terkait (kecuali opini pribadi). umumnya judul berita Hoax sangat kontroversi karena memang sengaja dibuat menarik atau lebih tepatnya memancing reaksi para pembaca yang sebenarnya isinya tidak sesuai dengan judul beritanya. dan entah karena masyarakat kita yang malas membaca keseluruhan isi berita (boro-boro mengkajinya terlebih dahulu) atau karena budaya masyarakat kita yang gemar berbagi, berita-berita hoax pun dengan cepat menyebar. meskipun sudah bukan rahasia lagi jika dibalik berita-berita yang menyebar tersebut ada orang-orang atau kelompok tertentu yang mengeruk untung.

Menurut penelitian yg dilakukan Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wina Armada Sukardi dalam Republika, menyebutkan jika hoax paling banyak menyebar adalah mengenai informasi kesehatan. 27% dari 1000 berita hoax yang dijadikan sampel sejak februari 2016 hingga februari 2017 adalah kesehatan. yang kedua adalah berita politik sebanyak 22% dan dari berita hiburan sebanyak 15%, sisanya mengenai berita persaingan bisnis dan lainnya. penelitian dilakukan dengan metodologi kombinasi kualitatif dan kuantitatif, dengan memeriksa apakah berita yang beredar berita benar atau tidak dan mewawancarai penyebar berita hoax.

Jujur saja saya eneg ketika melihat story instagram, whatsapp, dan yang paling banyak di timeline facebook, masih banyak teman-teman yang masih repost berita-berita yang isi dan sumbernya tidak terlalu jelas (menurut saya). padahal media mainstream saja saat ini banyak yang meragukan (menurut pengamatan saya lagi). saya lalu berasumsi teman-teman yang menyebarkan berita tersebut seolah sedang berbagi sebuah ilmu atau informasi baru yang menarik. kalau saya boleh mengatakan, teman-teman itu sedang bermasturbasi. gak tau masturbasi? onani!

Selain repost berita hoax dan status galau mantan, ada juga lagi yang membuat saya jengkel di sosial media. mungkin ini out of topic ya. tapi menurut saya ini akibat dari kurang sehatnya dalam mencerna pemberitaan dan minimnya ruang diskusi. yaitu perihal status atau postingan politik berat sebelah. saya menyebutnya demikian karena isinya selalu menyudutkan salah satu pihak atau kubu. jujur, saya ini suka sebuah kritikan. tapi kritikan yang berisi. bukan kritikan recehan. lalu mengait-ngaitkan dengan fenomena atau ideologi lama. oke, sebut saja ideologi komunisme dan PKI sebagai Partai yang sudah dan masih dilarang di Indonesia sampai detik ini. tapi teman-teman yang kritk politik dan mengaitkan dengan PKI itu lucu bagi saya. ngawur! saya pengen ngajak orang-orang itu ngopi lalu kita bahas dan kupas bersama apa itu komunisme dan apakah selalu identik dengan atheis atau justru sangat relijius dan dekat sekali dengan agama? atau sosialisme dan kapitalisme, dan tetek bengek lainnya. kalau perlu sambil bawa buku atau nonton film documenter. tapi saya urungkan rasa pengen itu, karena setelah saya pikir dua tiga kali nggak akan ada gunanya. toh menurut saya, selama orang masih menganggap kebenaran yang diyakininya adalah 100%, ia akan sulit menerima kebenaran yang lain. orang semacam itu menurut saya sangat kaku dan mirip batu. alasan lainnya adalah karena saya juga merasa masih belum cukup tau dan merasa perlu tau lebih banyak lagi mengenai ideologi seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme dan lain-lain. tapi saya berani ngomong ngawur karena postingannya memang asal dan tidak disertai data. oh iya, sebagian teman-teman di sosial media tersebut ternyata setelah saya lihat statusya mahasiswa-mahasiswa lho. hmmm.

Teman-teman Jamaah sosmediyah wal facebookiyah, teman-teman boleh tidak percaya tapi ini lumrah terjadi dinegara besar lain, jika agama seringkali ditunggangi demi kepentingan politik tertentu. kenapa bisa demikian? apakah mereka yang menunggangi tidak punya agama alias atheis? tentu tidak semuanya atheis. politik lah yang membuat orang-orang menjadi buta, seperti mereka yang tidak sadar jika ditungganggi. dan agama bisa dipolitisasi karena letaknya yang sangat sentral sekali bagi kehidupan banyak orang.

Ayolah teman-teman, mengkritik boleh. tapi jangan buta. harus fair. jangan menjadi anti-pemerintahan. karena susah menjalani hidup berwarga negara tanpa pemerintahan apalagi bagi mahasiswa (meskipun sebenarnya kita sudah terbiasa dikecewakan). jangan juga sebagai mahasiswa kita terlalu pro-pemerintahan, karena dikhawatirkan bisa “buta” idealisme. karena tugas mahasiswa adalah sebagai intermediary actor yang menjadi jembatan bagi masyarakat yang terbelah. masak intermediary actor kok berat sebelah? dan saya pikir tidak perlu lah untuk saya menjelaskan atau mengupas tri fungsi mahasiswa hingga tri dharma perguruan tinggi. karena kita sebagai mahasiswa yang akrab dengan buku-buku, diskusi, hingga merasakan berbaur langsung dengan masyarakat, mencium “aroma” dari masyarakat itu sendiri, yang menghantarkan kita untuk senantiasa memperjuangkan cita-cita yang luhur. tidak perlu muluk-muluk, apa yang bisa kita lakukan ya lakukan saja. selama itu bermanfaat dan menyenangkan sekitar, lakukan. jika ide kita yang diperlukan, ya menulislah! jika tenaga kita yang dibutuhkan ya berbaurlah! terkadang yang membuat perselisihan adalah minimpnya ruang untuk menjembatani sebuah pertemuan. entah diskusi atau semacamnya. baik itu vertikal atau horizontal. akhirnya, jika ada teman-teman yang merasa tersindir bolehlah whatsapp, DM, atau inbox saya. ajak saya ngopi. saya akan berkenan sekali. apalagi kalau ditraktir. saya akhiri saja sebelum semakin ngelantur. sebelumnya saya ingin menutp dengan sebuah kutipan dari Pramoedya Ananta Toer: “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan”.

0 komentar: